AsoeLhok ~ Masyarakat Lamno, Aceh Jaya, hari ini memperingati tradisi Seumeuleung Raja Daya di kompleks makam Po Teumeureuhom. Ini adalah prosesi adat yang sudah diperingati ratusan tahun untuk mengenang Sultan Saladin Riyatsyah yang menjadi penguasa setempat ratusan tahun lalu. Di Aceh, inilah satu-satunya daerah yang masih melestarikan tradisi mengenang para raja.
"Saat ini masyarakat mulai berdatangan dengan membawa makanan. Prosesinya akan dimulai sekitar pukul 14.00 siang ini," kata Chaideer Mahyuddin, seorang fotografer yang berasal dari Lamno, Minggu, 28 Oktober 2012.
Prosesi Seumeuleung digelar saban tahun setiap tanggal 10 Dzulhijjah. Itu adalah tanggal berdirinya Kerajaan Daya. Upacaranya dipusatkan di makam Raja Salathin Alaiddin Riayatsyah di Gle Jurong, Desa Kuala Daya, Lamno, Kecamatan Jaya. Raja Alaidin Riayatsyah juga dikenal dengan sebutan Po Teumeuruhom. Dari Banda Aceh, lokasi perayaan ini dapat ditempuh sekitar dua jam perjalanan.
Cerita yang berkembang, Sultan Alaiddin Riayatsyah adalah utusan Sultan Aceh untuk mengatasi perpecahaan empat kerajaan kecil di kawasan Lamno. Sultan Alaiddin lantas menyatukan keempat kerajaan kecil itu dan mengganti mananya menjadi Kerajaan Daya dengan Sultan Alaiddin sebagai raja pertamanya.
Saat ini, keturunan Raja Daya tidak lagi berasal dari keturunan langsung Raja Alaidin Riayatsah, melainkan keturunan dari hakim kerajaan yang saat itu dipegang oleh Hakim Setia Lela. Itu sebabnya, yang hadir di prosesi Seumeuleueng hari ini disebut Pemangku Raja ke-13. "Keturunan langsung dari Raja Alaidin adalah anak perempuan yang suaminya meninggal saat perang melawan Portugis di Aru," kata Chaideer yang pernah membuat film tentang sejarah Raja Daya ini.
Pemangku Raja Daya ke-13 itu bernama Teuku Saifullah bin Teuku Hasymi el Hakimi. Meski Saifullah tidak punya kraton layaknya raja seperti di Yogya atau Solo, namun sebagian masyarakat setempat memanggilnya dengan sebutan Raja.
"Saat ini masyarakat mulai berdatangan dengan membawa makanan. Prosesinya akan dimulai sekitar pukul 14.00 siang ini," kata Chaideer Mahyuddin, seorang fotografer yang berasal dari Lamno, Minggu, 28 Oktober 2012.
Prosesi Seumeuleung digelar saban tahun setiap tanggal 10 Dzulhijjah. Itu adalah tanggal berdirinya Kerajaan Daya. Upacaranya dipusatkan di makam Raja Salathin Alaiddin Riayatsyah di Gle Jurong, Desa Kuala Daya, Lamno, Kecamatan Jaya. Raja Alaidin Riayatsyah juga dikenal dengan sebutan Po Teumeuruhom. Dari Banda Aceh, lokasi perayaan ini dapat ditempuh sekitar dua jam perjalanan.
Cerita yang berkembang, Sultan Alaiddin Riayatsyah adalah utusan Sultan Aceh untuk mengatasi perpecahaan empat kerajaan kecil di kawasan Lamno. Sultan Alaiddin lantas menyatukan keempat kerajaan kecil itu dan mengganti mananya menjadi Kerajaan Daya dengan Sultan Alaiddin sebagai raja pertamanya.
Saat ini, keturunan Raja Daya tidak lagi berasal dari keturunan langsung Raja Alaidin Riayatsah, melainkan keturunan dari hakim kerajaan yang saat itu dipegang oleh Hakim Setia Lela. Itu sebabnya, yang hadir di prosesi Seumeuleueng hari ini disebut Pemangku Raja ke-13. "Keturunan langsung dari Raja Alaidin adalah anak perempuan yang suaminya meninggal saat perang melawan Portugis di Aru," kata Chaideer yang pernah membuat film tentang sejarah Raja Daya ini.
Pemangku Raja Daya ke-13 itu bernama Teuku Saifullah bin Teuku Hasymi el Hakimi. Meski Saifullah tidak punya kraton layaknya raja seperti di Yogya atau Solo, namun sebagian masyarakat setempat memanggilnya dengan sebutan Raja.
Credit to : http://atjehpost.com