Friday, May 20, 2016

Penutup Kepala (Peci) Kupiah

Dalam Kitab “Tazkirah Thabaqat” . Salah satu kutipan dalam kitab tersebut tentang Pakaian Aceh adalah “dan demikian lagi Adat Kerajaan Sultan Aceh, yaitu apabila orang-orang yang masuk ke Dalam Darud Dunia: hendak menghadap Paduka Sri Baginda Sultan Aceh: walau siapapun sekalipun, yaitu orang Aceh sendiri, atau orang asing, maka tidak dibolehkan dia menghadap Sultan dengan memakai pakaian sendiri. Melainkan yang dibolehkan dia memakai pakaian sendiri ialah orang ‘Arab dan ‘Alim ulama, tetapi tidak dibolehkan memakai warna kuning dan warna hijau.

Sementara yang lain, waktu menghadap Sultan diwajibkan memakai pakaian Aceh. Di antaranya adalah Kupiah Aceh, Tengkuloek Aceh berkasab, baju Aceh berkasab, berkain selimpang dari kanan ke kiri memakainya berkasab, seluar berkasab, kain pinggang berkasab. Memakai rencong atau keris atau siwah atau badik atau rachuh yang berhulu suasa atau perak atau emas dan barang sebagainya, di depan sebelah kanan.
Ulama ulama tradisional aceh awal nya memakai sorban atau kupiah meukutup sebagai penutup kepalanya,pada pertengahan tahun 1920an ulama ulama muda pembaharuan menganti kan sornban atau kupiah meukutop dengan peci hitam beludru yg kadang2 dipakai miring.
Topi beludru hitam untuk pria Muslim, adifa berbaris di bagian dalam dengan saten ungu dan katun ikat kepala hitam yang sepenuhnya mesin berlapis dalam pola berlian dan tepi bergelombang. Label hijau dengan tulisan "Jacob Bin-Ibrahim Tukang Kupiah -Pasar Aceh Kuta Raja ',adalah produksi pertama kopiah/peci di aceh pada zaman kolonial belanda,peci ini lah yang dipakai oleh ulama2 pembaharuan sampai sekarang ini.mengantikan kopiah khas aceh asli yaitu kopiah meukutop.
Tutup kepala yg paling lazim digunakan adalah peci atau kopiah yang terbuat dari beludru hitam, yang semula merupakan salah satu bentuk kerpus Muslim. Setelah diterima oleh Sukarno dan PNI sebagai lambang nasionalisme, peci mempunyai makna lebih umum.
Peci sendiri berasal dari Turki, di Turki topi Fez ini juga dikenal dengan nama ‘fezzi’ atau ‘phecy’ atau kalau lidah orang Indonesia menyebutnya dengan Peci.
Kita memerlukan sebuah simbol dari kepribadian Indonesia. Peci yang memiliki sifat khas ini, mirip yang dipakai oleh para buruh bangsa Melayu, adalah asli milik rakyat kita. Menurutku, marilah kita tegakkan kepala kita dengan memakai peci ini sebagai lambang Indonesia Merdeka." Itulah awal mula Soekarno mempopulerkan pemakaian peci
Pada 1913, rapat SDAP (Sociaal Democratische Arbeiders Partij) di Den Haag mengundang tiga politisi, yang kebetulan lagi menjalani pengasingan di Negeri Belanda: Douwes Dekker, Tjipto Mangunkusumo, dan Ki Hajar Dewantara. Ketiganya menunjukkan identitas masing-masing. Ki Hajar menggunakan topi fez Turki berwarna merah yang kala itu populer di kalangan nasionalis setelah kemunculan gerakan Turki Muda tahun 1908 yang menuntut reformasi kepada Sultan Turki. Tjipto mengenakan kopiah dari beludru hitam. Sedangkan Douwes Dekker tak memakai penutup kepala.
Asal songkok menimbulkan spekulasi karena tak lagi terlihat di antara orang-orang Arab. Di beberapa negara Islam, sesuatu yang mirip songkok tetap populer. Di Turki, ada fez dan di Mesir disebut tarboosh. Fez berasal dari Yunani Kuno dan diadopsi oleh Turki Ottoman.
Di Istanbul sendiri, topi fez ini juga dikenal dengan nama fezzi atau phecy. Di Asia Selatan (India, Pakistan, dan Bangladesh) fez dikenal sebagai Roman Cap (Topi Romawi) atau Rumi Cap (Topi Rumi). Ini menjadi simbol identitas Islam dan menunjukkan dukungan Muslim India atas kekhalifahan yang dipimpin Kekaisaran Ottoman.
Foto ; Ureung Tuha di Aceh..

SHARE THIS

Author:

Facebook Comment

0 komentar: