Tuesday, March 15, 2016

Mesjid Raya Baiturrahman

Mesjid Raya baiturrahman Banda Aceh
Masjid yang dibangun oleh Sultan Iskandar Muda pada tahun 1612 ini telah menjadi ikon Aceh. Bangunan utama masjid berwarna putih dengan kubah hitam besar dikelilingi oleh tujuh menara. Kesan megah semakin terasa dengan adanya kolam besar dan pancuran air di bagian depan masjid yang mengingatkan pada Taj Mahal di India.

Masjid ini menjadi tempat wisata religi di Aceh yang banyak dikunjungi karena keindahannya. Situs Huffington Post memasukkan Masjid Raya Baiturrahman ke dalam daftar 100 masjid terindah di dunia, bahkan Yahoo! menyebut masjid ini sebagai salah satu dari 10 masjid terindah di dunia. Hal ini tentu saja semakin membuat bangga warga Aceh dan Indonesia.
Siapa tak kenal Masjid Raya Baiturrahman? Masjid di jantung Aceh tak hanya memukau dari keindahan bangunannya tapi menyimpan sejarah heroik.

Sejarah heroik yang tersimpan di Masjid Raya Baiturrahman adalah saksi bisu perang, tsunami hingga damai. Ihwal berdirinya Baiturrahman setidaknya ada dua versi.

Pertama masa Sultan Alaudin Mahmudsyah I tahun 1226 Masehi. Versi lain menyebut masjid ini dibangun masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607-1636). Kontruksi bangunannya tak seperti sekarang, tapi hanya beralas tanah keras, bertiang kayu dan beratap daun rumbia.

Gambar Masjid Baiturrahman masa lampau bisa dilihat dalam sketsa yang dibuat seorang pengembara dari Eropa, Peter Mundy yang pernah ke Aceh tahun 1637 M.

Dari gambarnya terlihat masjid ini berupa bangunan persegi yang terbuat dari kayu. Atapnya bukan kubah, tapi model mengerucut seperti piramida tumpang empat. Sekilas wujud bentuknya persis Masjid Tuha Indrapuri di Aceh Besar, yang konon juga dibangun oleh Sultan Iskandar Muda.

Bangunan Masjid Baiturrahman yang asli tak berusia panjang. Menurut sejarah pada era Sultanah Nurul Alam (1675-1678), sempat terjadi pertikaian dua kelompok mazhab yang pro dan kontra terhadap kepemimpinan perempuan. Ekesnya masjid ini dibakar.

Kemudian dibangun lagi dipertapakan semula dan tetap menjadi masjid area Istana Darul Dunia, istana Kesultanan Aceh.

Menurut Iskandar Norman, jurnalis yang konsen dengan isu sejarah dan budaya Aceh,

Mesjid Raya Baiturrahman bukan hanya sebagai tempat peribadatan, tapi juga pernah menjadi pusat pendidikan dan perabadan Islam setara perguruan tinggi.

"Berbagai kajian ilmu dilakukan di 17 fakultas (daar). Hal yang kemudian membuat Aceh menjadi kiblat pendidikan di Asia Tenggara," katanya.

Kejayaan Baiturrahman sebagai pusat pendidikan, kata dia, terjadi dari awal abad 14 hingga 17. Puncak kedigdayaannya dipercaya pada masa Iskandar Muda yang pernah menempatkan Kerajaan Aceh dalam lima Kerajaan Islam terkuat di dunia kala itu.

Baiturrahman memasuki masa kelam saat Belanda mulai menginvansi Aceh dengan lebih 2.000 tentaranya. Pada agresi militer pertama, April 1873, terjadi perang sengit antara pasukan Aceh yang mati-matian mempertahankan masjid, dengan serdadu Belanda di sana. Mayor Jenderal Kohler yang memimpin agresi Belanda tewas ditangan pasukan Aceh.

Lokasi tewasnya Kohler kini telah dibangun prasasti tepat di dekat pintu gerbang kanan Masjid Raya Baiturrahman, atau di bawah pohon rindang. Makamnya sendiri ada di kerkhof, sekitar dua kilometer selatan Baiturrahman.

Gagal dalam agresi pertama, Belanda melakukan serangan kedua dengan kekuatan jauh lebih besar. Di bawah pimpinan Mayjen van Swieten, serangan kali ini berhasil merebut Masjid Raya Baiturrahman.

Belanda yang murka kemudian membakar habis masjid ini. "Pembakaran itu dilakukan oleh pasukan pimpinan Van Swieten pada 6 Januari 1874. Saat itu pasukan Aceh di bawah pimpinan Tuanku Hasyim Banta Muda dan Teungku Imum Lueng Bata tidak dapat mempertahankan mesjid raya," sebut Iskandar Norman.

Pembakaran masjid ini justru makin membuat rakyat Aceh marah. Perlawanan semakin menjadi-jadu dilakukan terhadap Belanda, hingga kolonial kewalahan menghadapinya.

Untuk merebut hati rakyat Aceh, empat tahun kemudian Belanda dibawah pimpinan Gubernur Jenderal Van Lansberge menyatakan membangun kembali Masjid Baiturrahman di atas pertapakan semula. Janji itu direalisasikan Mayor Vander selaku Gubernur Militer Aceh pada waktu itu.

Belanda mendatangkan langsung arsitek dari negaranya, dan pekerja dari negeri Tiongkok. Peletakan batu pertama dilakukan pada Kamis 9 Oktober 1879. Belanda mengubah total pola bangunan masjid ini dari corak semula. Kini menggunakan arsitektur Eropa dengan satu kubah.

Selesaj Masjid dibangun tahun 1883, masjid ini sempat ditolak rakyat Aceh. Mereka tak mau beribadah dan menggunakan masjid yang dibangun musuh. Kondisi ini diperkirakan berlangsung hingga 10 tahun. Hingga area masjid ditumbuhi semak belukar, dan pekarangannya menjadi pasar.

Belanda terus merayu rakyat Aceh agar mau menerima masjid ini. Hingga kemudian berhasil membujuk masyarakat melalui ulama berpengaruh kala itu yakni Teungku Chik Keumala dan Teungku Chik Krueng Kalee. Penggunaan kembali masjid ini dilakukan sekitar tahun 1893.

Ketika Indonesia merdeka 1945, Masjid Baiturrahman jadi saksi antusiasme masyarakat Aceh menyambut kemerdekaan dangan doa bersama di situ.

Karena merasa dikhianati Presiden Soekarno, masyarakat Aceh dibawah pimpinan Abu Daud Beureueh melancarkan pemberontakan DI/TII. Belakangan hati mereka berhasil direbut dan berdamai dengan pemerintah. Masjid ini kembali jadi saksi perdamaian.

Masjid Raya Baituttarrahman tercatat sudah beberapa kaki mengalami renovasi dan perluasan. Tahun 1935, masjid ini diperluas bahagian kanan dan kirinya dengan tambahan dua kubah. 40 tahun kemudian diperluas lagi dengan penambahan dua kubah dan dua menara.

Masa Gubernur Ibrahim Hasan tahun 1991, masjid kembali direnovasi baik bangunan maupun halamannya. Kubah masjid juga ditambah jadi tujuh dan bertahan hingga sekarang. Kini Pemerintah Aceh berencana ingin memperluasnya lagi.

Beberapa peristiwa besar juga terjadi di masjid ini setelah berkubah tujuh. Pada 9 November 1999, sejuta lebih rakyat Aceh berkumpul di Masjid Baiturrahman menggelorakan tuntutan referendum dengan opsi bergabung dan merdeka dari Indonesia.

Sebelumnya pada 26 Maret 1999, dihadapan ribuan masyarakat Aceh yang memadati Masjid Baiturrahman, Presiden BJ Habibie meminta maaf kepada rakyat Aceh atas berbagai kekerasan dan pelanggadan HAM terjadi selama penerapan Daerah Operasi Militer (DOM) di provinsi itu kurun 1989-1998.

Masjid Baiturrahman juga jadi saksi dahsyatnya tsunami 26 Desember 2004. Masjid ini ikut diterjang gelombang yang menewaskan lebih 250 ribu jiwa di Aceh dan pesisir Samudera Hindia, tapi masih kokoh berdiri. Sementara sekelilingnya seperti ladang pembantaian.

Musibah tsunami akhirnya menghentikan perang di Aceh. Gerakan Aceh Merdeka (GAM) berdamai dengan Pemerintah Indonesia. Prosesnya berlangsung di Helsinki, Finlandia, 15 Agustus 2005.

Namun pada hari dan saat yang sama, ribuan masyarakat Aceh berkumpul di Masjid Baiturrahman menyaksikan detik-detik penandatangan MoU damai dari balik layar yang disiarkan langsung dari Finlandia.

Begitu kedua pihak sah berdamai dan berjabat tangan, tepuk tangan, pekikan Alla Akbar, lantunan zikir dan doa bersama menggema seketika. Warga Aceh menyambutnya dengan suka cita. Masjid raya kembali menjadi saksi bersenandungnya damai di Serambi Mekkah.


SHARE THIS

Author:

Facebook Comment